Yang Mau Kita Obrolin:

Indonesia termasuk negara yang berada dalam peringkat terendah dalam hal Literasi. Peringkat ke-72 dari 77 negara berdasarkan penilaian PISA (Programme for International Student Assessment), suatu metode penilaian untuk mengukur kompetensi siswa di tingkat global (sumber: edukasi.kompas.com).
Daripada kita menyalahkan sana-sini atas kemampuan literasi bangsa yang sungguh terlalu, kenapa nggak Kita mulai aja dengan diri Kita sendiri, yang membiasakan untuk membaca dan menulis segiatnya, mulai dari sekarang, mulai saat ini juga, di tempat mana pun Kita berada.
Jangan cuma status aja yang Kamu kepoin, buku-buku lama dan artikel yang berkualitas juga banyak yang mengantri untuk disantap olehmu
– dewifitriani.com –
Dari bacaan berlanjut ke tulisan, kalau ditanya, “Kenapa banyak orang tidak suka menulis?”
Mayoritas akan menjawab, “Nggak bisa menulis, nggak hobi, dan bingung apa yang mau ditulis.”
Padahal, nggak harus suka untuk mulai membiasakan menulis dan nggak harus cari ide dulu untuk bisa sekedar menulis, cukup kondisikan pikiranmu dalam keadaan yang rileks, dan biarkan kata demi kata teruntai menjadi sebuah kalimat yang mula-mula akan terlihat absurd, belepotan sana-sini, namun lambat laun akan mengalir sederas aliran sungai Ciliwung.
Kalau Kamu masih butuh alasan untuk menulis, hal-hal berikut sangat bisa dijadikan landasan untuk memulai dan memaksa kebiasaan menulismu, 12 Alasan Kenapa Kamu Harus Mulai Menulis, Sekarang Juga:

Dari Terpaksa Jadi Biasa Dari Biasa Jadi Bisa
12 Alasan Kenapa Kamu Harus Mulai Menulis, Sekarang Juga
Mengurai Benang yang Kusut di Kepalamu
Percayalah, isi kepala Kita tak ubahnya seperti benang yang kusut, terlilit di sana dan terlilit di sini. Menariknya, menulis bisa menjadi cara yang efektif untuk mengurai setiap kekusutan di dalam kepala Kita.
Nggak Percaya?
Coba deh, mulai tuangkan isi kepalamu dalam barisan kata dan kalimat. Dan Kamu akan terkejut sendiri begitu menyadari betapa banyaknya desingan nyamuk yang selama ini berputar-putar di dalam kepalamu.

Mengurangi Over Thinking
Jika poin nomor 1 sudah mulai Kamu lakukan, secara otomatis gambaran yang ada di kepalamu mulai bisa terpetakan dengan jelas.
Hal mana yang memang harus dipikirkan, mana yang bisa dipikirkan nanti, dan mana yang sebaiknya disingkirkan dari pikiran. Karena jelas, tidak semua hal bisa Kita pikirkan secara bersamaan di satu waktu.
Ada kalanya Kita mesti bersikap Masa Bodo untuk membantu memberi sistem dan cara berpikir yang lebih baik bagi kepala Kita. Agar lebih mudah memetakan masalah.
Saking banyaknya manusia yang kesulitan untuk memfilter urusan penting dan prioritas dibandingkan urusan yang nggak urgent-urgent amat, atau sekedar terdesak karena beragam komentar netizen dunia nyata, sampai-sampai ada beberapa buku yang dibuat untuk membantu Kita keluar dari persoalan ini.
Buku-buku ini misalnya:
- Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat, karangan Mark Manson
- atau Bodo Amat, Ini Prinsip Gue!, karangan Dewa Eka Prayoga
- dan 7 Habits of Highly Effective People, karangan Stephen R Covey
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Yup, karena jelas nggak semua hal harus dipikirkan, pastinya ada beberapa hal yang hadir hanya untuk diketahui oleh Kita, tanpa harus dipikirkan lebih lanjut
Bodo Amat, Ini Prinsip Gue!
Nah, kan. Siapa yang masih suka ngikut apa kata orang, siap-siap aja deh menjadi ‘Bukan Siapa-Siapa’. Nggak akan pernah ada habisnya ngikutin apa kata orang. Ikuti aja apa kata hatimu.

7 Habits of Highly Effective People
Buku tentang kebiasaan efektif yang layak diikuti oleh Kita dan bagaimana pentingnya menetapkan skala prioritas sebelum melangkah.
Level Up Dirimu
Selalu ada kata-kata baru yang tidak Kita ketahui sebelumnya.
Hal menarik tentang Menulis, selain menambah jutaan kosakata baru, juga semakin melatih kepekaan rasa dan kualitas berbahasa Kita. Makin terlatih, makin lihailah Kita bersilat dengan kata dan kalimat.
Dan, bukan hanya itu, The Secret is, kualitas tulisan seseorang akan mencerminkan kualitas penulisnya. Karena di balik tulisan yang mengalir indah bak air terjun Niagara, ada serangkaian emosi, pengalaman dan mungkin juga beberapa ‘ritual’ yang dilakukannya selama proses penulisan.
Melatih Skill Komunikasi

Dari bahasa tulisan berlanjut ke bahasa lisan, bagaimana memilih dan merangkai kata-kata terbaik dan efektif dalam setiap tulisan yang Kamu buat, cepat atau lambat juga akan melatih skill komunikasimu.
Meski demikian, beberapa orang agaknya memang ditakdirkan dengan memiliki keunggulan di salah satu kemampuan saja, terlatih menulis tapi tidak fasih berbicara, atau justru lihai berbicara dan berargumen, tapi parah dalam skill kepenulisan.
Membantu Pikiran Lebih Rileks
Siapa sih yang nggak pernah tetiba sakit kepala nyut-nyutan nggak henti-henti, karena masalah yang beruntun dan tak kunjung usai?
Menulis, diyakini oleh sebagian orang bisa menjadi 1 cara yang efektif untuk proses self healing, layaknya terapi dengan berbicara pada diri sendiri, mengeluarkan uneg-uneg yang bahkan kita sendiri nggak menyadari jika ternyata sudah sedemikian menumpuk dalam wujud ‘sampah pikiran dan hati’.
Dan nggak jarang, dari setiap proses berbicara dengan diri sendiri itulah, perlahan-lahan akan muncul solusi sebagai jawaban atas masalahmu, atau setidaknya timbullah kerelaan dan kedewasaan diri, perwujudan dari hati kecilmu yang bijak, terbebas dari belenggu ego dan beban yang bertumpuk.

Mengasah Potensi yang Lama Terkubur
Jangan dulu bilang Kamu nggak bisa menulis. Coba deh mulai dengan membuat 1-2 tulisan setiap harinya atau setiap kali moodmu berubah tajam, titik di mana emosimu mulai bermain. Daripada Kamu emosi nggak jelas, kenapa nggak dilampiaskan aja dalam bentuk tulisan.
Dan lihat saja nanti, setelah puluhan tulisan yang Kamu buat, Kamu akan terkejut sendiri dengan progressnya. Coba deh, nanti juga Kamu ketagihan.
Jika terus diasah, ternyata Kita bisa juga menghasilkan tulisan-tulisan yang lumayan, atau setidaknya bisa memperbaiki cara kita berkomunikasi atau bahkan malah menumbuhkan ide-ide liar untuk membuat ilustrasi dengan bercerita melalui tulisan.
Menumbuhkan Semangat Literasi
Bangsa yang besar adalah bangsa yang banyak melahirkan karya-karya berkualitas di zamannya. Dari setiap karya tulis hebat di zamannya, selain sebagai karya pribadi penulis, juga berfungsi sebagai catatan sejarah dan perkembangan budaya.
Lihat bagaimana Leo Tolstoy dalam buku-buku karangannya, War and Peace (1867) dan Anna Karenina (1877) membicarakan banyak hal tentang isu sosial, politik, agama, dan peperangan.
Atau bagaimana Little Woman (1868) karangan Louisa May Alcott bercerita tentang keluarga, humanisme, dan cikal bakal emansipasi wanita, di mana setiap wanita berhak bermimpi dan memperjuangkan impiannya dengan caranya sendiri tanpa mengesampingkan arti dan peranan keluarga. Bahkan justru dari keluargalah semua mimpi itu dimulai.
Di negeri kita sendiri kita mengenal Marah Roesli dengan Siti Nurbaya (1922). 1 karya fenomenal dalam kesusastraan klasik Indonesia yang lekat dengan konflik internal budaya masyarakat. Tentang bagaimana perjodohan dan kawin paksa dimaknai sebagai percepatan untuk menaikkan status sosial atau sekedar jalan singkat untuk meraih kebebasan finansial.
Keren ya, bagaimana 3 fiksi di atas masih sangat familier di pikiran kita, nggak pernah usang dan tetap relevan dengan nilai-nilai zaman now, meski terlahir dari rentang 1 abad lalu.
Itu baru fiksi, belum lagi sederet kisah dan tulisan yang ditulis oleh para Sahabat, Tabi’in dan Ulama tempo doeloe yang dijadikan landasan untuk kita saat ini.
Legacy

Gajah mati meninggalkan gadingnya, Harimau mati meninggalkan belangnya
Sebagai manusia yang pastinya akan bertemu dengan kematian, pernahkah terbersit dalam pikiranmu:
“Jika hidupmu hanya tersisa 1 x 24 jam ini, apa yang ingin Kamu lakukan dan berikan sebagai peninggalan atau torehan kehidupanmu?”
Kalau sampai detik ini jawabanmu adalah tidak ada hal yang spesial yang akan diperbuat, maka jangan heran jika setelah kematian, nggak ada lagi yang akan mengingatmu, kecuali mungkin keluarga inti sebagai bagian dari keseharianmu.
Itu sebab, banyak penulis yang menyarankan: “Sebelum Mati, Buatlah Minimal 1 Buku”, karena selain sebagai intisari sekaligus legitimasi atas kompetensi yang Kita miliki, setiap karya yang Kita buat juga dapat menjadi Legacy, peninggalan untuk orang-orang setelah Kita.
1 cara agar namamu tetap bersinar meski raga telah meredup. Dunia bisa berbeda, tapi buah karyamu akan tetap diingat. Dan menjadi pilihan Kita, ingin mencatatkan torehan yang baik dan berkah atau mencatatkan segala hal yang asal yang penting masyhur.
Menulis yang Berfaedah
Bicara soal tulisan yang baik dan berkah, bagian terbaik dari menulis yang berfaedah, selain berpahala, juga bisa menggandakan energimu berlipat-lipat, terutama jika tulisanmu ditujukan untuk berbagi (sharing). Semakin banyak yang Kamu bagi, semakin banyak energimu kembali terisi.
Dan lucunya lagi, semakin banyak kita berbagi, semakin kita menyadari jika ada sedemikian banyak hal yang belum kita kenal dan pahami. Kalau sudah begitu, nggak ada lagi deh istilah merasa benar dengan cermin kita sendiri. Begitu berkaca dengan cermin orang lain, baru sadar jika ternyata cermin yang Kita pakai selama ini sudah buram.
Lauh Mahfuzh
Segala seuatu dalam Taqdir-Nya, sudah tercatat dalam Lauh Mahfuzh.
Lihat kan, bagaimana Allah pun mengajarkan Kita untuk senantiasa mencatat, sedari awal. Menuliskan setiap yang baik dan yang buruk dengan cara-cara dan prasangka yang paling baik yang dirihoi-Nya.
Segala sesuatu yang baik dan yang buruk bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, tapi bagaimana cara Kita meresponnya dengan cara dan prasangka yang baik atau tidak, itu sepenuhnya menjadi pilihan dan tanggung jawab Kita.
Al-Quran dan Hadits pun Ditulis
Salah satu alasan kenapa Al-Quran menjadi kitab yang terjaga kemurnian dan keasliannya hingga hari Kiamat kelak, tidak lain karena Allah memberikan ilham kepada para Sahabat Rasul untuk mulai mengumpulkan lembaran Quran dan mentashihkan dengan 1 versi yang sama, sesuai dengan bahasa aslinya sebelum dituliskan dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia, seperti yang kita miliki saat ini.
Begitu pun setiap hadits yang periwayatannya bersanad pada Nabi, selain menjadi sumber hukum, juga menjadi cara bagi kita untuk mengenal lebih dekat kehidupan Nabi dan para Sahabat.
Jika tidak ada catatan tertulis tentang Al-Quran dan Hadits, nggak kebayang apa yang terjadi dengan umat Islam saat ini.
Menulis yang Menjual

Bukan sekedar teks, tapi juga teks yang menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Tentu saja ada ilmunya, bukan sekedar cuap-cuap tanpa dasar.
Namanya copywriting, ilmu tentang menulis yang bisa menghasilkan penjualan.
Bagaimana cara dan tekniknya?
Bisa Kamu pelajari dari Buku ini: Buku tentang KopiRaiting.
Dari penjabaran tentang 12 Alasan Kenapa Kamu Harus Mulai Menulis yang sudah Kamu baca barusan, apa Kamu masih enggan untuk menulis?
Aku dan Kamu, Kita, agaknya memang harus mulai memaksakan dan membiasakan diri untuk menulis.
Semakin banyak masyarakat Indonesia yang gemar menulis, makin baiklah tingkat literasi negeri ini.
Apa artinya?
Pelan tapi pasti, tingkat pengetahuan, kompetensi, dan kemandirian bangsa Kita juga akan merangkak naik.
Mau kan, jadi anak bangsa yang nggak melulu membandingkan bangsa ini dengan bangsa lain?
Yuk, Mulai, dari Aku dan Kamu, Kita.

Expresikan Dirimu dengan Tulisan